Dalam era pembangunan berkelanjutan dan keterbukaan informasi, pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengelolaan ruang menjadi semakin penting. Salah satu instrumen yang mendukung hal tersebut adalah PKPLH (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang). Lebih dari sekadar dokumen administratif, PKPLH memiliki potensi besar sebagai sarana mendorong inklusivitas dalam proyek pembangunan, khususnya di tingkat daerah.PKPLH dan Inklusivitas Proyek
Apa Itu PKPLH?
PKPLH adalah persetujuan dari pemerintah (pusat maupun daerah) terhadap kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang berlaku, seperti RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) atau RDTR (Rencana Detail Tata Ruang). PKPLH kini menjadi bagian penting dalam perizinan berusaha, sebagaimana diatur dalam peraturan turunan dari UU Cipta Kerja.industri
Mengapa Inklusivitas Penting dalam PKPLH?
Inklusivitas berarti keterlibatan seluruh lapisan masyarakat — termasuk kelompok rentan seperti perempuan, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan kelompok miskin — dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Tanpa pendekatan yang inklusif, proyek pembangunan rentan menimbulkan konflik, ketimpangan akses, atau bahkan kerusakan sosial dan lingkungan.
PKPLH menjadi momen penting untuk memastikan bahwa pembangunan:
- Tidak merugikan masyarakat sekitar,
- Sesuai dengan karakteristik lokal,
- Mengakomodasi kebutuhan sosial dan budaya,
- Memberikan ruang partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Peran PKPLH dalam Mendorong Inklusivitas
- Transparansi Informasi
Proses PKPLH menuntut keterbukaan informasi tentang lokasi, dampak, dan kegiatan yang akan dilakukan. Hal ini membuka peluang bagi masyarakat untuk memahami dan memberikan masukan terhadap rencana tersebut. - Pelibatan Masyarakat Sejak Awal
Dalam tahap penyusunan dokumen tata ruang (seperti RDTR), yang menjadi dasar PKPLH, partisipasi masyarakat sangat diperlukan. Informasi lokal yang dimiliki masyarakat bisa menjadi bahan pertimbangan penting dalam menyusun kebijakan pemanfaatan ruang. - Menghindari Konflik Sosial dan Lingkungan
Dengan menyelaraskan rencana usaha dengan kondisi sosial dan aspirasi masyarakat, potensi konflik dapat diminimalkan. - Pemberdayaan Lokal
PKPLH dapat diarahkan untuk mendukung pelaku usaha lokal, UMKM, dan pembangunan berbasis komunitas yang ramah lingkungan dan sosial.
Tantangan Implementasi
Meski potensinya besar, realisasi PKPLH yang inklusif masih menghadapi sejumlah tantangan:
- Kurangnya Sosialisasi kepada Masyarakat
Banyak masyarakat belum memahami apa itu PKPLH dan bagaimana mereka bisa terlibat. - Dominasi Kepentingan Ekonomi
Dalam beberapa kasus, keputusan pemanfaatan ruang masih didominasi oleh kepentingan investasi tanpa memperhatikan kondisi sosial dan ekologis. - Kapasitas Pemerintah Daerah
Beberapa daerah belum memiliki sistem dan SDM yang memadai untuk menjalankan proses PKPLH secara partisipatif.
Rekomendasi untuk Meningkatkan Inklusivitas PKPLH
- Meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya PKPLH dan hak mereka untuk terlibat.
- Menyediakan mekanisme partisipasi yang jelas dan terjadwal dalam setiap proses penyusunan RDTR atau pemrosesan PKPLH.
- Memperkuat peran masyarakat adat dan lokal dalam pengambilan keputusan ruang.
- Mengintegrasikan prinsip keadilan sosial dan lingkungan dalam penilaian kelayakan PKPLH.
- Memanfaatkan teknologi digital (seperti portal OSS dan geoportal RDTR) untuk memperluas akses masyarakat terhadap informasi ruang.
Penutup
PKPLH tidak hanya sekadar dokumen teknis, tetapi juga merupakan alat transformasi sosial. Dengan mengusung prinsip inklusivitas, PKPLH bisa menjadi instrumen strategis dalam mendorong pembangunan yang tidak hanya legal dan efisien, tetapi juga adil, partisipatif, dan berkelanjutan. Inilah saatnya pembangunan ruang tidak lagi hanya berbicara tentang lahan, tapi juga tentang manusia yang tinggal di dalamnya.PKPLH dan Inklusivitas Proyek
No responses yet